Makeover Ala Cinta.
Kokok ayam menyambut mentari pagi.Sinarnya yang keemasan menerobos pelosok bola mata Cinta yang masih tertutup. Gadis mungil itu ternyata masih kelelahan, setelah tiga hari berlibur di puncak bersama Willa, sahabatnya sejak SMP.
Jarum jam sudah menunjukkan angka setengah sepuluh.Alaram yang sudah diatur untuk berbunyi jam setengah sepuluh akhirnya menuntaskan tugasnya.Saking kagetnya Cinta mendengar suara alaram, ia langsung bangun sambil memegang dadanya agar jantung dan semua yang ada di dalam dadanya tidak berhamburan keluar.
“Hugh… ngagetin gue aja.Gue kirain ada petir nyambar kesini, ternyata alaram ini.Nggak tau apa, gue masih ngantuk.Hoaaaaa,” oceh Cinta setelah mematikan alaramnya.Cinta masih duduk di atas ranjangnya yang tak berbentuk lagi.Matanya masih berkedip.Sesekali digaruknya rambut yang sudah berhasil menyaingi sapu ijuk.Jika bukan karena bunyi Hp-nya, mungkin Cinta akan melanjutkan kembali tidur panjangnya.
“Hah…haloooo,” Cinta membuka pembicaraan.“Cin, kamu udah bangun ya?” jawab suara di seberang.
“Eh, Sayang...Ehm, iya aku udah bangun kok.Abis, aku cape banget nih…” jawab Cinta bersemangat.Seketika saja wajahnya menjadi segar kembali.
“Oh iya, hari ini aku mau ketemu kamu.Bisa nggak?”
“Iya, bisa kok sayang.Kapan?”
“Emh, hari ini aja ya? Jam sebelas gimana?”
“Ok deh.Ntar kita ketemu jam sebelas di tempat biasa,” “Tut…tut…tut…”
Cinta menatap layar Hp-nya.Pikirannya masih melayang. Sejuta tanya berkeliaran di otaknya.Setelah lima menit bengong, Cinta akhirnya berdiri seraya berlari menuju kamar mandi.Sudah jam sembilan lewat empat puluh, sedang ia sudah berjanji untuk menemui pacarnya yang ke-23 jam sebelas.
“Duh…kapan sih Cin, kita udah nunggu hampir satu jam nih.Gue cape tau!!!” keluh Willa yang terpaksa ikut lantaran rengekan Cinta yang memintanya ikut.
“Sabar deh Wil, gue juga cape.Dari tadi gue udah telpon, tapi nggak diangkat,” jawab Cinta mencoba sabar.Tapi Willa tau bahwa Cinta jauh lebih kesal dari pada dirinya.Akhirnya Willa hanya meminum kembali jus jeruknya yang sudah hampir habis.
“Nah, itu dia,” tunjuk Cinta dengan tatapan kesalnya.Hal ini membuat Willa jadi takut sendiri.Sebelumnya, Willa sudah pernah melihat tatapan Cinta yang seperti ini.”Hal ini pernah gue alami sebelumnya,” batin Willa bergidik.
“Dari mana aja loe? Gue udah nunggu hampir satu jam tau!!!” Cinta mengecak pinggang.Suaranya mampu mengalahkan dendangan lagu Jawa sehingga pengunjung lain yang asik makan mulai merasa terganggu dengan ulah Cinta.
“Aduh sayang, maafin aku ya.Tadi aku naik angkot, terus bannya pecah.Terpaksa deh aku nunggu bang supir ganti ban angkotnya.Maaf ya?” terang Andi seraya menghapus keringatnya.
“Kenapa nggak naik angkot yang lain?” Cinta meninggikan volume suaranya.
“Bang supir bilang, kalau aku adalah penumpang pertamanya dan satu-satunya, jadi dia harus nganterin aku sampai ke tempat tujuan,”
“Gue nyesel, kenapa bang supir nggak nganterin loe ke neraka!!!” Cinta kembali duduk.Willa hanya tersenyum tipis.Ia sudah kenyang menyaksikan acara teatrikal seperti ini.
“Aku minta minum ya,” Andi meminum jus apel milik Cinta.Melihat kelakuan pacarnya, Cinta tambah sebal.Willa yang sudah geli menjadi tambah geli.”Pasangan yang aneh,” batin Willa.
“Emh, aku mau ngomong sama kamu,” lanjut Andi setelah minum.
“Mau ngomong apa?” tanya Cinta masih kesal.
“Ituh, kita putus aja ya?”
Cinta masih menatap Andi.Sedang Willa terbelalak mendengar keputusan Andi yang terlalu singkat, padat dan tidak jelas.
“A…a…apah?” Willa meminta jawaban.Andi hanya diam sambil menatap Cinta.
“Em…apah? Gue nggak denger,” Cinta masih belum mencerna ucapan Andi.
“Kita putus,” jawab Andi singkat.
“Ta…ta…tapi? Ke…kenapa?” Cinta mulai merengek.
“Huh…aku pikir, kamu bukan yang terbaik.Kamu tau kan, kemaren aku ikut bantuin korban banjir.Di sana aku ketemu seseorang yang menarik perhatian aku.Setelah aku ngobrol ma dia, aku ngerasa cocok.Dan…aku pikir, kenapa aku nggak nyoba berhubungan lebih serius sama dia,” terang Andi sejujur-jujurnya.Cinta masih menggaruk-garuk kepalanya.
“Ok, kalau gitu, kita putus!!!” Cinta berdiri lalu beranjak pergi.
“Cin …Cin, ini semua siapa yang bayar?” Willa mencoba menghentikan langkah Cinta.
“Gue udah bilang, kalau yang bayar itu semua biar cowok brengsek itu,” jawab Cinta lalu meneruskan langkahnya.
“Wil, jangan tinggalin aku, aku nggak punya uang nih. Bayar angkot aja aku ngutang,” Andi meminta belas kasih Willa.
“Sorry Ndi, gue harus nemenin Cinta, gue duluan ya?” Willa segera berlari menyusul Cinta.Sesekali Willa menoleh ke arah Andi yang sudah dicegat pelayan. Terlihat jelas kekusutan di wajah Andi.Tapi Willa terpaksa tak peduli karena ia lebih memilih menyusul Cinta dibandingkan menolong cowok yang sudah mutusin sahabatnya.
Gemerlapnya night club belum mampu menenangkan batin Cinta.Sudah hampir semalaman Cinta berjoget sambil mabuk.Ia seakan tidak peduli lagi dengan keadaannya. Willa yang sudah berjaga semalaman hampir tak kuat lagi.Ia sudah mencoba berbagai cara untuk menyeret Cinta pulang.Tapi usahanya sia-sia.
“Cin…pulang yuk, udah pagi nih…Gue ngantuk Cin,” rengek Willa sehalus mungkin.Ia takut Cinta akan semakin parah.
“Hah…loe ngantuk Wil? Nih minum Wil…” Cinta menyodorkan sebotol minuman yang dari baunya saja sudah membuat Willa mual.
“Cin, loe udah mabok.Parah loe Cin, pulang yuk…”
“Heh…gue nggak mau pulang.Di sini adalah surga buat gue.Gue nggak mau pulang,”
“Hugh, kalau gitu, gue bakal seret loe ke mobil, aduh… berat banget si ni cewek,” Willa merangkul Cinta yang amburadul. Napasnya mengeluarkan aroma alkohol.Mata Cinta terlihat pucat, bibirnya bergetar.Membuat Willa khawatir kalau terjadi apa-apa. “Hugh, kayanya loe harus ke dokter deh Cin,” batin Willa sambil menggotong Cinta ke mobilnya.
***
“Huh…Wil, loe tetep di sini aja ya?” rengek Cinta di tempat tidurnya.Kondisinya sudah lebih baik setelah minum dua gelas air putih.Gadis glamour itu rupanya mengalami dehidrasi hebat.
“Gue nggak bisa Cin, gue harus pulang.Loe tau kan, kalau gue nggak tidur semalaman.Maaf ya…” Willa mengusap dahi Cinta.
“Ya udah, baju loe udah gue ganti.Loe tinggal tidur.Gue pulang ya,” lanjut Willa sambil berdiri dan mengambil langkah ke depan pintu kamar Cinta.
“Dah Cinta…” bisik Willa senyap, namun masih terdengar jelas di telinga Cinta.
Willa segera keluar dari rumah Cinta dan menyetir mobilnya.Hari yang benar-benar melelahkan baginya.Terkadang, masalah-masalah Cinta juga membuatnya terkena masalah.Tapi biar bagaimanapun, Willa tidak akan meninggalkan sahabatnya. Karena Cinta sudah menjadi bagian hidup Willa.
“Oh ya, gue kan mau beli buku.Ke bookshop dulu ah,” Willa membelokkan setirnya.
“Emh…yang mana ya? Yang ini…apa yang ini? Ugh…dua-duanya aja,” Willa segera beranjak menuju kasir.Tapi sebelumnya, sosok Andi menghentikan langkahnya.
“Hey Wil…sendirian aja?” sapa Andi, ramah.
“Iyah, gue sendirian, loe? Sama siapa?” tanya Willa sambil membuka matanya lebar-lebar.
“Ehe…duduk dulu yuk, kita minum-minum bentar,” ajak Andi tak seperti biasanya.”Jangan-jangan, dia mau minta dibayarin,” batin Willa bergidik.
“Tapi…gue bayar dulu ya An…” Willa segera mengambil langkah menuju kasir. Sesekali Willa melirik Andi yang sudah mengambil tempat duduk.Buku pilihan Willa sudah dibungkus, uang kembalian pun sudah masuk kantong.Willa segera berbalik menuju Andi yang terlihat duduk dengan seorang laki-laki yang tak asing lagi bagi Willa.
“Ehm, boleh gue duduk?” Willa mengakhiri pembicaraan yang berlangsung antara Andi dengan cowok yang ternyata memang Willa kenal.
“Ya…” jawab cowok di sebelah Andi yang bernama Raka.Jelas Willa tau, karena Raka adalah cowok yang rajin ke perpustakaan kota.Kacamata minus yang bertengger di hidung mancungnya, kulit putih susu, wajah oriental dan senyum yang khas.Tipe cowok idaman Willa.Tapi Willa sudah punya pacar yang kuliah di Bandung.Kalau saja Willa masih jomblo, mungkin Raka bisa menjadi alternative.”Kayanya Raka bisa jadi calon pacar Cinta yang baru.Secara, dia ganteng dan kutu buku, pasti cocok buat Cinta” terka Willa dalam hati.
“Oh ya Wil, gue mau ngenalin pacar baru gue sama loe,” lanjut Andi bersemangat.
“Oh ya? Wah…gue nggak nyangka kalau loe udah punya pacar baru secepat ini. Mana dia? Lagi beli buku?” Willa melirik ke arah sekeliling.Tapi uluran tangan seseorang membuat jantungnya berdebar kencang.Beberapa kali Willa mencubit tangannya.Kata ‘nggak mungkin’ selalu tampil di layar otaknya. Willa sadar, bahwa ia tak bermimpi.
“Raka…” Raka melirik genit pada Andi.
“Wi…Willa,” Willa menyalami Raka.Perutnya mulai mual.
“Gu…gue mau pulang ya An, gue udah ngantuk,” Willa menarik kursinya.Ia masih berdiri menatap dua pasangan baru yang benar-benar membuat harinya kian aneh. Sambil menunduk, Willa cepat-cepat mengambil langkah.Tak sedikitpun ia menoleh ke arah Andi.”Apa zaman sekarang cinta nggak kenal lawan jenis?” Willa tak habis pikir.
***
Willa membuka pintu kamarnya, dan matanya terbelalak lagi, setelah dilihatnya sosok Cinta yang duduk di atas ranjangnya.
“Ci…Cin…Ta?” Willa masih berdiri.
“Willa…gue nggak bisa tidur,” Cinta masih duduk.
“Loe kesini pake apa? Bukannya mobil loe dipake bokap loe ke luar kota?” Willa menghampiri Cinta.
“Gue pake motor bokap gue,”
“Em… Vespa kuning itu?” Willa geli sendiri.Cinta hanya mengangguk.
“Wil, gue bingung sama loe.Loe yang pacaran jarak jauh sama Aldi, kenapa awet banget? Sedang gue… gue udah pacaran sama 23 cowok! Nggak ada yang nyangkutnya. Apa gue juga harus pacaran sama orang yang kutu buku kayak Aldi?”
“Ya ampun, loe nggak usah berlebihan kali Cin, suatu saat nanti, loe pasti dapet cowok yang lebih baik,”
“Hugh…kalau menurut loe, gue harus nyari cowok yang gimana? Yang nggak akan nyakitin gue lagi,”
“Em….ma anak ustaz aja,” Willa mulai menggoda.Ia geli sendiri membayangkan Cinta yang sering nangkring di night club, pake pakaian yang kekurangan kain semua, pacaran sama anak ustaz.
“Boleh juga sih,” jawab Cinta sambil merebahkan badannya.
“Gue tidur di sini ya?” lanjut Cinta lagi.
“Terserah loe deh Cin, gue mau mandi dulu,”
***
Matahari kian menunjukkan kuasanya dengan hawa panas yang menyengat kulit. Willa masih mengintip dibalik jendela mobilnya.Seperti biasa, menunggu Cinta yang sering mampir di minimarket, membeli es krim coklat kesukaannya.
“Hugh, panas banget ya Wil,” Cinta membuka pintu mobil dari arah belakang Willa.
“Eugh… loe ngagetin gue aja.Gue pikir loe lewat depan. Tumben loe malah sebaliknya,”
“Abis, panas banget,” Cinta membuka es krimnya.
“Oh iya Wil, gue ketemu seseorang loh,” lanjut Cinta lagi.Willa hanya menoleh sambil menyetir.
“Namanya… Ahmad, anak ustaz di komplek gue,”
“A…apa?” Willa menghentikan mobilnya.Cinta hanya mengangguk.
“Apa gue nggak salah denger? Kemaren itu gue cuman becanda.Lagian juga…ma, mana mungkin loe,”
“Ih, loe gimana sih Wil.Gue pikir-pikir, omongan loe itu bener.Kalau gue bisa dapet anak Ustaz, pasti dia setia sama gue,”
“Ya ampun Cin, loe mau diketawain? Loe nyadar dong, penampilan anak ustaz itu biasanya gimana?”
“Ha…gue punya cara sendiri.Gue bakal ubah penampilan Ahmad,”
“E…emangnya dia suka sama loe?” Willa kembali menancap gas.Cinta hanya diam.Terlihat ada keyakinan yang besar di mata Cinta.Willa hanya menghembuskan napasnya dalam-dalam, berharap memang itu yang terbaik.
***
“Nah…yang ini bagus nih,” Cinta memberikan kaos ketat pada Ahmad.Willa hanya geleng-geleng kepala.Bagaimana mungkin, baru tiga hari kenal, Cinta dan Ahmad sudah sedekat ini.
“Nah, abis ini kita ke salon ya, rambut kamu harus dimakeover nih,” Cinta membelai rambut Ahmad dengan penuh kasih sayang.Willa tambah keki sendiri.
“Oh ya Wil, malem ini kita ke night club bareng Ahmad,”
“Em…Cin, apa…dia nggak dimarahin bokapnya?”
“Nggak kok, gue bilang ma bokap kalau gue ada acara sosial gitu,” jawab Ahmad yang membuat Willa tambah bingung. “Anak ustaz bisa bohong?” batin Willa nyengir sendiri.
“Udah lah…ayo, sekarang kita ke salon…” Cinta menyeret Willa dan Ahmad.
***
Hingar bingar night club tak mampu membuat Willa semangat.Ia masih kehabisan akal.Tak ada salahnya jika Cinta pacaran dengan anak ustaz.Toh, Ahmad juga sudah dirubah penampilannya seperti cowok-cowok keren yang pernah jadi pacar Cinta.Tapi Willa masih khawatir, hubungan Cinta akan berakhir lagi.Selama kebohongan Ahmad pada ayahnya belum terbongkar, tak jadi masalah.Tapi semuanya pasti akan terbongkar dan pada saat itu, Cinta akan menghadapi masalah yang lebih besar.Ia pasti hancur di mata orang-orang sekitarnya.Memengaruhi anak ustaz, hanya untuk status.”Cinta udah gila,” teriak Willa dalam hati.
“Sayang, aku pulang dulu ya?” Cinta dengan aroma alkoholnya yang khas mengecup bibir Ahmad.Membuat Willa mual sendiri.
“Dah sayang…” balas Ahmad senang.Willa hanya tersenyum tipis sambil merangkul Cinta.Dipikiran Willa, Cinta sudah berhasil merubah Ahmad.Hal itu membuat Willa senang, karena Cinta tidak berubah, sedikitpun.
***
“Ya ampun Cin, loe kan bisa ngajak Ahmad.Mumpung hari ini Aldi pulang.Kita kan bisa dugem bareng…” ajak Willa bersemangat.Tapi Cinta menyahut tidak, membuat Willa kecewa.
“Ya udah lah Cin, kalau loe emang nggak bisa.Biar gue aja berdua ma Aldi.Dah Cinta…”
“Assalamua’laikum…” Cinta mengucap salam.Willa hanya diam, lalu mengakhiri panggilan.”Tumben Cinta bilang Assalamua’laikum, ada apa sama dia? Udah tobat?” batin Willa dalam hati.
Hampir setengah bulan Cinta dan Willa tidak bertatap muka.Komunikasi diantara mereka hanya terjalin lewat Hp, fb, twitter.Willa dengan kesibukannya menghadapi tes, dan acara sosialnya di sekolah.Dan Cinta, dengan kesibukannya mengmakeover sang kekasih, dan juga tugas-tugas sekolah untuk menyiapkan ulangan semester 2.
Pagi menyambut mentari, udara segar kian membuat Willa bersemangat.
“Huh…hari ini tes Matematika.Gue harus dapet nilai delapan lima.Atau gue, harus ngerjain tugas lain, karena nilai tes gue kali ini lebih rendah dari pada nilai tes sebelumnya,” bisik Willa sambil melangkahkan kakinya menuju ruang kelas.Sesosok tubuh manusia menarik perhatiannya.Di mata Willa, orang itu sudah tak asing lagi. ”Mu…mungkinkah?” Willa segera berlari menuju sosok yang menarik perhatiannya itu.
“Willa?” sapa Cinta dengan wajah berseri-seri.
“Ci…Cinta? Loe…apa loe udah gila?” Willa menggosok matanya.
“Gimana penampilan aku? Lebih baik kan? Ahmad bilang, aku lebih cantik kaya gini.Ya udah ya Wil, aku mau gabung ma anak-anak dulu di musholla.Mumpung dua puluh menit lagi baru bel, aku mau baca Al-Qur’an dulu.Assalamua’laikum…” Cinta segera berlalu dengan penampilannya yang baru.
“Ci…Cinta pake jilbab? Bu…bukannya dia yang niat makeover Ahmad? Kok dia sih yang makeover dirinya sendiri?” Willa menggaruk-garuk kepalanya, lalu tersenyum tipis,”Paling nggak, loe berubah jadi lebih baik Cin, gue suka penampilan baru loe,” Willa melanjutkan kembali langkahnya sambil menatap punggung Cinta.Kini ia tak khawatir lagi, Cinta akan menghabiskan berbotol-botol alkohol di night club karena putus cinta.
The Girly Hero for Chika
Chika masih termangu dalam lamunannya.Ia masih tak bisa berpikir tentang apa sikap yang harus ia ambil.Brayen, si jagoan sekolah yang paling keren en tazir itu secara terang-terangan di tempat yang paling terang, lapangan upacara, menembaknya sampai membuatnya kaku setengah tiang.Mau menolak, hanya akan membuat masalah.Mau menerima, Chika tak tau akan jadi apa dirinya nanti.Bisa-bisa martabat dirinya sebagai seorang wanita akan terenggut.”Hagh… gue bingung!!! Gimana ini?” batin Chika seraya menggaruk kepalanya.
Tiyas, teman sebangku sekaligus sahabat Chika sejak SD, berjalan menelusuri koridor di sepanjang kelas XI.Matanya melirik genit mencoba temukan mangsa.”Sekali-sekali, maen ma brondong nggak apa-apa kan?” batinnya nyengir.Tapi langkahnya terhenti ketika sosok Dudi membayanginya di depan.
“Lo mau kemana Yas?” sapa Dudi dengan suara dan gayanya yang gemulai.
“Em… gue mau nyari Chika.Lo liat dia nggak? Sejak dia ditembak Brayen tadi, kayanya dia hilang ditelan sekolahan. Bingung gue mau nyari dia kemana.,”
“Mau Dudi Bantu?” Dudi melirik manis pada Tiyas, membuat Tiyas geli sendiri.
“Ha ha ha, tumben Dud, lo mau Bantu gue.Biasanya juga lo ngumpul ma teman-teman curhat lo,” Tiyas balas melirik genit.
“Ich, Eneng nih gimana sih? Dudi kan berniat baek tau!”
“He he, iya deh Dud.Bantuin gue nyari si Nyai ya? Abis… dia belom bayar utang ma gue,” Tiyas melangkahkan kakinya diiringi langkah halus Dudi di sampingnya.Sesekali Tiyas melirik deretan bangku yang ada di depan kelas XI, berharap benar-benar akan ada brondong yang nyantol di hatinya.Dudi yang sudah hapal kelakuan Tiyas, ikut memberi penilaian terhadap anak-anak cowok yang sedang nagkring di depan kelas, membuat Tiyas bersemangat.
***
Chika melangkahkan kakinya menuju kelas.Lunglai dan sendu.Terlihat jelas di matanya kegundahan yang mendalam. Penyebabnya, siapa lagi kalau bukan Brayen si jagoan sekolaan itu.Dan, tubuh mungil Chika ditangkap oleh mata tajam Tiyas yang memang mencarinya sedari tadi.
“Woy, dari mana aja lo?” Tiyas menepuk bahu Chika, membuatnya sedikit shock.
“Hugh…Ngagetin gua aja lo Yas! Ngapain sih?” Chika menatap sendu pada Tiyas.
“Lo gimana sih? Belom bayar utang ma gue tau!” Tiyas memanyunkan bibir, lalu menatap menggoda pada Chika.
“Hufh… Ntar aja ya Yas, gue masih kere,” Chika mulai menatap dalam pada Tiyas, membuat Tiyas terpaksa kembali berjiwa welas asih.
“Udah lah Neng, kasian Chika.Kalau mau Dudi talangin dulu ya?” Dudi menyodorkan uang warna hijau dari sakunya. Membuat mata Tiyas berbinar-binar.Tapi uang itu seketika direbut oleh Chika.”Mulai lagi deh,” batin Tiyas mendengus.
“Eh banci, gue nggak butuh bantuan lo, paham?” Chika mengembalikan uang Dudi.
“Ya ampun Chik, Dudi kan mau bantuin lo, kok lo malah gitu sih?” Tiyas mengernyitkan dahi.
“Lo ngapain sih Yas? Bawa-bawa banci macem dia.Gue heran sama lo, kok bisa lo betah ma orang yang nggak jelas kaya dia,” Chika mulai mencaci Dudi.Gadis mungil itu memang sangat aktif memimpin gerakan anti waria macam Dudi yang sebenarnya anggotanya hanyalah Chika beserta cowok tulen yang super duper buandel di sekolahnya.Ya…kira-kira anggotanya sekitar sembilan orang lah.Entah apa yang membuat Dudi selalu salah di mata Chika.Yang jelas, sejak kelas X, Chika selalu sekelas dengan Dudi. Entah karena kegemulaian Dudi yang membuat Chika benci luar biasa, atau karena tingkah Dudi yang dapat dengan mudah akrab dengan semua anak di sekolahnya, terutama pada Endi.
“Ya ampun si Eneng, kok gitu sih ama Dudi? Dudi kan nggak salah?” Dudi mulai memelas, tapi Chika malah menatap jijik padanya.
“Hah, udah-udah.Lo gimana sih Chik? Bukannya say thanks ma Dudi karena dia udah mau nolong lo, lo malah marah-marahin dia.Gue heran sama lo.Apa sih yang bikin lo nggak suka sama Dudi.Padahal kan dia nggak salah apa-apa,” Tiyas membela Dudi lagi.Membuat Chika jadi tambah mendidih.Tapi wajah Brayen secara paksa menurunkan titik didih darahnya, sampai-sampai wajah Chika yang pada awalnya merah padam jadi putih pucat bagaikan ikan yang baru dibangkit dari freezer.
“Hay Chika sayang, pulang sekolah ada acara?” Brayen mengalungkan lengannya di pundak Chika.Membuat Chika jadi ngeh sendiri.
“Apaan sih lo? Ganggu orang aja,” Chika melepaskan lengan Brayen.Membuat Brayen jadi malu sendiri di depan teman-temannya.
“Aduh Jessica Anastasia, Brayen yang paling guanteng ini kan udah jadi pacar lo? Masa nggak boleh ngajak Chika jalan sih?” Brayen mulai menggoda.
“Apa lo bilang? Lo? Pacar gue? Ha ha, ngaca dulu dong. Eh, lo pikir, karena lo ganteng, anak orang kaya, dan pemimpin grup badung, terus lo berkuasa, gitu? Hufh…maaf ya Brayen, gue nggak pantas jadi cewek lo.Masih banyak kok cewek bodoh yang jauh lebih cantik dari gue, mau jadi pacar lo.” Kata-kata Chika tadi membuat Brayen naik darah.Dipermalukan di depan teman-temannya, ditolak secara blak-blakan, bahkan diejek sampai sejauh itu, membuatnya gelap mata.Tangan besinya yang biasa ia gunakan untuk adu tangguh dengan preman-preman dari sekolah lain dengan ringannya terangkat menuju wajah ayu Chika.Beruntung ada Endi, si Ketos yang terkenal CKS( cool, kaya, smart ).
“Apa cuman segini mental Brayen yang gue aja rada takut? Beraninya sama cewek.Cowok apaan lo? Banci!” Endi memutar lengan Brayen, membuatnya meringis kesakitan.Chika hanya menatap kagum pada Endi.”Ini dia, my hero, akhirnya datang juga di saat yang tepat.Endi pasti care banget ma gue,” batin Chika terpana.
“Aduh aduh, lepasin tangan gue, sakit,” rintih Brayen tak berdaya.Jelas saja Brayen cs tak berani melawan Endi.Secara, kalau Ketos itu bicara pada Kepsek, hancurlah masa depan Brayen dkk.Pasalnya, sekolah ini tak memandang status sosial.Siapa saja yang mencoba berkelahi, apa lagi terhadap kaum perempuan, maka sangsinya adalah akan dikembalikan pada orang tua, karena sekolah tak mampu mendidik lagi.
“Maafin gue En, gu gue…mau pergi dulu,” Brayen beserta rombongan segera beranjak pergi.Chika hanya tersenyum simpul masih dengan tatapan kagum pada sang arjuna hatinya.
“Thanx ya En, lo udah nolongin gue,” Chika mulai menarik perhatian arjunanya itu.Endi hanya mengangguk sambil balas menatap Chika.Lalu diliriknya orang yang sedari tadi dicarinya.
“Lo abis kemana aja sih Dud? Gue nyariin lo tau,” Endi menatap kesal pada Dudi.Tapi Chika malah nyengir sendiri.”Jadi, alasan dia nolongin gue, bukan karena dia care ma gue? Tapi karena dia lagi nyari banci ini dan kebetulan dia ada di sini?” batin Chika murung.
“He he, tadi gue lagi bantuin Tiyas nyariin Chika.Emang ada apaan sih Jun, nyariin gue?” tanya Dudi melirik genit, membuat Chika mual sendiri.”Jun? Berani-beraninya banci ini manggil Endi dengan sebutan Jun yang merupakan penggalan dari ar-Jun-a?”
“Hah, lo apaan sih, bentar lagi kan skul kita ultah.Lo sebagai seksi dekor harus selalu stand by dong ma kita-kita.Ayo gih, anak-anak udah pada nungguin lo.Kita rapat lagi,”Endi menarik lengan Dudi.Dudi hanya mengikutinya seraya tersenyum pada Chika dan Tiyas.Tiyas balas melambai, sedang Chika memanyunkan bibirnya.
“Lo cemburu?” goda Tiyas pada Chika.
“Ya iya lah.Bisa-bisanya banci itu deket ma Endi.Pake acara tarik tangan lagi,”
“Makanya Chik, kalau lo pinter, lo bisa jadiin si Dudi untuk ndeketin Endi.Sapa tau sukses,” saran Tiyas sambil berlalu.Chika yang sedikit interest dengan saran Tiyas mulai berpikir keras. Setelah beberapa menit, senyum manis Chika mengembang diwajahnya.”Gue ada ide,” batin Chika semangat.
***
“Dah Chika… Gue duluan ya?” Tiyas melambaikan tangannya pada Chika.Chika hanya balas tersenyum, lalu membalikkan badan seraya melangkahkan kakinya.Tapi setelah beberapa saat, Brayen cs menghalangi langkahnya dan mengukir sejuta tanya di otak Chika.”Ada apa lagi sih?” gerutu Chika jengkel.
“Eh, lo sadar apa yang loe perbuat tadi siang? Baru aja gue tembak, belagunya minta ampun.Sebagai balasannya karena lo udah permaluin gue, lo harus ikut gue,” perintah Brayen sambil memegangi lengan Chika.Chika yang hanya sendiri, meski sudah bergulat dengan dunia karate dan terkenal dengan julukan ‘si tendangan kilat’ jelas tak mampu berkutik. Mulutnya pun disumpel dengan telapak tangan salah satu anak buah Brayen.Chika dibawa paksa ke dalam sebuah mobil.Dalam situasi ini, Chika sudah kehabisan akal.Bagaimana mungkin seorang cewek, melawan lima orang cowok yang terkenal jago berkelahi? Chika hampir putus asa.Yang diharapnya kini hanyalah bantuan dari seorang hero untuk menolongnya.Harapan itu pun terkabul dengan munculnya sumber suara lantang dari belakang.Suara ini sangat dikenal Chika.Yah, suara lantang yang jauh lebih merdu dibandingkan suara Chika.”Dudi? mau apa dia? Cari mati?” batin Chika setengah berharap.
“Lepasin dia.Dia nggak salah apa-apa,” pekik Dudi lantang.
“Heh banci, mau ngapain lo?” sahut salah seorang anak buah Brayen.Salah seorang yang lain menyahut untuk menghajar Dudi.Mendengar suruhan itu, Chika tambah khawatir.Chika sudah berteriak sekencang-kencangnya untuk menyuruh Dudi lari.Tapi mulutnya sudah disumpel, hingga semuanya sia-sia.
Perkelahian pun tak dapat dihindarkan.Gaya berkelahi Dudi lain.Dijambaknya rambut musuh-musuhnya hingga membuat mereka kesakitan.Apa bila keadaannya lebih tersudut, Dudi memanfaatkan batu-batu yang berhambur disisinya.Ini adalah pelampiasan cita-cita Dudi yang ingin naik haji dan melempar jumroh, tapi tak sampai.Tapi semuanya tetap sia-sia.Jagoan vs banci.Jelas menang jagoan, apa lagi dari segi jumlah. Dudi babak belur dihajar enam orang sekaligus.Chika hanya menangis sekencang-kencangnya sambil berteriak minta tolong. Beruntung, lokasi kejadian tidaklah jauh dari sekolah meskipun tempatnya agak sepi.Segerombol anak-anak pun mendatangi TKP dan balik menghajar Bayen cs.Tentu ini membuat Brayen cs lari terbirit-birit karena mereka kalah jumlah.
***
Dudi membuka matanya secara perlahan.Dilihatnya sosok Chika yang terpengkur di sisi kanan ranjangnya, masih dengan mengenakan seragam sekolah.Diliriknya jam dinding yang ada tepat di depan pintu.Jam setengah lima pagi.”Sejak kapan gue ada di sini?” gumam Dudi menahan sakit.
Chika tersadar dari tidurnya.Diangkatnya kepala yang terasa berat.Lalu ditatapnya wajah polos Dudi.”Ni cowok cantik juga.Eh, maksud gue…manis,” batin Chika sambil tersenyum.Ia masih tidak percaya bahwa orang yang telah menolongnya dari niat jahat Brayen adalah cowok gemulai yang paling dibencinya. Hal ini membuat Chika sadar, bahwa kebenciannya selama ini terhadap Dudi adalah keliru.
“Lo udah bangun ya Chik?” sapa Dudi dengan suara setengah parau.Sentak Chika merasa kaget, karena ia pikir Dudi masih pingsan.
“Ah, Dudi? Lo udah…bangun?”
“Iya…perasaan, gue udah lama ya pingsannya?” goda Dudi menyembunyikan rasa sakitnya.
“Hugh, lo ini apa-apan sih? Nggak usah banyak ngomong. Keadaan lo masih bisa dibilang sekarat.Bayangin aja, dokter bilang tulang rawan dan tulang iga lo patah.Gigi lo juga ada yang patah. Nggak cuman itu, kemaren dahi lo dijahit karena sobek.Dan yang bikin gue panik, hidung lo ngeluarin darah,” terang Chika sambil menahan air matanya.Ia benar-benar terharu atas tindakan Dudi.
“Udah lah Chik, lo nggak usah nangis.Dudi baik-baik aja kok,” hibur Dudi sambil manatap langit-langit.Dirasakannya rasa sakit masih menggerogoti sekujur tubuhnya.Tapi tangisan Chika membuatnya bangga, karena ia bisa membuktikan pada gadis yang dipujanya itu, bahwa ia bukanlah banci yang tak berguna.
“Dudi janji, Dudi bakal cepet-cepet sembuh,” Dudi mengangkat wajahnya sambil tersenyum getir, membuat hati Chika bisa lebih tenang.
***
“Sudah seminggu ya Dudi di rumah sakit.Kira-kira, keadaannya gimana?” tanya Tiyas pada Chika yang bersiap pergi ke rumah sakit.
“Menurut gue sih, dia tambah baik kok.Buktinya, sekarang dia udah bisa jalan tanpa bantuan tongkat.Hebatkan?” puji Chika sambil menyembunyikan wajahnya yang merah.Sejak Dudi dirawat di rumah sakit, Chika selalu menghabiskan waktunya untuk menemani Dudi.Dari pulang sekolah sampai mau pergi sekolah.Bukan hanya itu, Chika juga mengajari Dudi tentang pelajaran yang tidak diikuti Dudi.Ya, bisa dikatakan, Chika menjadi guru privat Dudi selama lima hari terakhir.Selain sebagai ungkapan terima kasih Chika, rupanya ada alasan lain yang mendasari Chika mau melakukan semua itu.Entah apa yang terjadi diantara Chika dan Dudi.Yang jelas, setiap Chika ada di dekat Dudi, Chika merasa dirinya lebih aman, meski pada kenyataannya hal itu kurang meyakinkan.
“Nah, udah selesai.Sekarang kita berangkat yuk,” ajak Chika pada Tiyas dengan semangat.Dari mata Chika saja, Tiyas bisa tau bahwa sekarang keadaan berbalik.Chika mencintai Dudi, lebih dari apa pun.Dan itu semua, karena sikap Dudi yang apa adanya, dan bukan ada apanya.
***
“Wah, ternyata hari ini lo udah boleh pulang ya Dud? Syukurlah kalau begitu.Ternyata, lo hebat juga ya? Bisa pulih secepat ini,” puji Tiyas pada Dudi yang sudah bersiap pulang.
“Emh, ini semua berkat doa kalian semua.Dan juga, Chika yang selalu nemenin Dudi, dan selalu nyemangatin Dudi.Makanya, karena suasana hati Dudi baik, Dudi jadi cepet sembuh deh,” Dudi melirik lekat ke wajah Chika yang mulai memerah.
“Ya udah, kalau begitu kita balik ke rumah sekarang Mas, supaya Mas bisa makan masakan Ibu.Kan Mas Dudi udah kangen banget sama rendang ayam buatan Ibu,” goda Ayu, adik Dudi yang berdiri di samping ayahnya.
“Iya Dud, gue bisa anter lo eke rumah kok.Gue kan bawa mobil.Daripada lo pulang naik motor, ntar badan lo tambah sakit lagi.Mending ikut gue aja,” tawar Chika pada Dudi.Dudi menatap sebentar pada ayahnya, lalu mengangguk pelan.
***
“Seneng lo bisa balik ke sekolah lagi Dud, gue udah kangen… banget sama lo,” ungkap Endi yang menyambut Dudi di ruang aula tempat pesta perayaan ultah sekolah.
“Untung semua dekorasi udah siap.Jadi, waktu lo di rumah sakit, kita nggak kalang kabut,” sahut Era, sekretaris Osis yang biasa mendampingi Endi.Dudi hanya mengangguk sambil tersenyum senang.
“Ehm, by the way, lo udah punya pasangan buat dateng ke pesta ultah skul kita ntar melem?” goda Endi pada Dudi yang masih pincang.Dudi hanya menggeleng pelan.Ditatapnya Endi sebentar, lalu menunduk lagi.
“Ah, udahlah.Lo harus berani ngajak dia pergi.Lo mau, gue duluan yang ngajak dia?” lanjut Endi sambil tertawa renyah.
“Huh, siapa bilang Dudi nggak berani ngajak dia.” Dudi mengambil langkah sambil sesekali menoleh pada Endi. Didapatinya Endi mengepalkan tangan tanda ia mendukung Dudi sepenuhnya.Membuat Dudi semakin percaya diri.
***
“Jadi… Apa yang bikin lo bertindak bodoh waktu nolongin gue?” tanya Chika di sport hall sekolahnya.
“Emh, kenapa ya?” Dudi masih memutar bola basket, lalu menembakkannya ke ring.
“Karena, Dudi mau buktiin sesuatu sama Chika.Kalau selama ini, Dudi bukan banci seperti yang biasa Chika bilang,” terang Dudi sereya menatap langit-langit gedung.
“Maafin gue ya Dud, gue nyesel,” sesal Chika sambil menunduk.Ia terlalu malu untuk mengangkat wajahnya.
“Udahlah, lagian juga Dudi nggak bisa liat cewek yang disakitin ma cowok.Mereka kan makhluk lembut yang nggak suka kekerasan.Kalau waktu itu bukan Chika, Dudi pun pasti bakal nolongin dia.Tapi… Sejujurnya, ada alasan lain,” Dudi menghela napasnya.Chika yang penasaran langsung menatap lekat pada wajah Dudi.
“Emh… Dudi…Dudi sayang sama Chika.Makanya, Dudi rela kalau badan Dudi sakit semua, Dudi rela Dudi kehabisan darah, asalkan itu untuk melindungi Chika,” Dudi balas menatap lekat pada Chika.
“Ya ampun Dud.Gimana caranya gue bisa bales kebaikan lo?” tanya Chika terharu.
“Emh, Chika mau jadi pasangan Dudi untuk persat ultah skul kita ntar malem?” ajak Dudi harap-harap cemas.
Chika yang mendengar ajakan Dudi hanya dapat tersenyum malu.Tanpa pikir panjang lagi, Chika segera menghambur ke pelukan Dudi.Keduanya saling berdekapan merasakan kehangatan yang tercipta.
“Gue mau kok,” lanjut Chika setelah melepaskan pelukannya.Lalu ia berjinjit setinggi mungkin, untuk meraih dahi Dudi, lalu mengecupnya.
“Thank’s my hero,” batin Cinta tulus.
Aku dan Kakaku
Pernahkah kau berpikir jika punya seorang kakak yang super sempurna akan sangat menyakitkan? Huh, akulah orang yang teraniaya itu.Jika menoleh sedikit aja tentang kelebihan kakaku, aku selalu ngerasa bagaikan si kerdil merindukan bulan.
Kakaku adalah orang yang sangat beruntung.Dia tampan, bahkan menjadi salah satu yang terfavorit dikalangan gadis-gadis.Dia juga siswa yang berprestasi.Berbeda denganku.Aku nggak punya tampang rupawan seperti Fadli.Di kelas, aku selalu langganan dapet juara lima besar dari bawah.Pantes aja nggak ada gadis yang mau ndeketin aku.
Sekarang, Fadli kelas dua belas IPA , dan aku baru kelas sepuluh.Biasanya, aku dan Fadli berangkat sekolah bareng. Terkadang, jika kami jalan bareng, orang-orang selalu merhatiin kami, terutama para gadis.Mungkin, mereka merhatiin wajah Fadli yang seperti malaikat tampan baru turun dari langit.Atau mungkin juga para gadis itu bingung, mengapa Fadli berwajah rupawan, sedang aku, adik kandungnya, berwajah pasaran.Atau yang lebih mungkin lagi, para gadis itu menyayangkan, mengapa Fadli yang super guanteng itu, mau-maunya jalan sama anak ingusan se-spesies aku.
Huh, percuma aja aku mikirin perbedaan yang mencolok antara aku dan Fadli.Jika aku terus membanding-bandingkan Fadli dan diriku ini, pasti aku bakal ngerasa tersudut sendiri. Sesering apapun aku mikirin Fadli, toh aku nggak bakal jadi sosok yang mendekati sempurna kayak dia.
“Hei, kenapa kamu bengong kayak ayam kena flu gini?”
Nih dia nih, yang dari tadi aku pikirin.Ternyata dia nongol juga.
“Hei juga Fad.Siapa yang lagi bengong?” jawabku sambil melayangkan pandangan ke luar jendela kamarku yang ada di lantai dua ini.
“Ini minggu Yas! Mumpung libur, gunain kesempatan ini buat refreshing dong, jangan cuman bengong nggak jelas kayak gini.Emangnya lagi ngelamunin apa sih? Ngelamunin cewek ya? Kok nggak cerita kalau kamu lagi punya gebetan? Kasih tau dong, siapa tau aku bisa jadi pak comblang,” Fadli menggodaku dengan gayanya yang sok cool itu.Jujur aja, nggak cucok ma kepribadiannya yang udah cool duluan.
“Nggak! Siapa yang lagi ngelamunin cewek? Aku… aku cuman lagi ngelamunin kamu.”
“Hah, aku? Emang kenapa sama aku?” Fadli bertanya sambil menunjuk dadanya.
“Fad, aku bingung.Sebenernya, kita ini saudara kandung kan? Tapi kenapa tampang kamu sama aku beda jauh banget ya? Apa yang salah ya? Padahal kata orang, biasanya, saudara kandung itu tampangnya nggak beda jauh.Tapi, kamu kok seperti manusia yang hampir sempurna sih?” aku bertanya dengan polosnya.
“Ha...ha…ha…Yas, Yas! Denger ya, nggak ada manusia yang sempurna.Kamu ini apa-apaan sih Yas, jangan lebay dong,” elak Fadli dengan nada mengejek.
“Ya, seenggaknya kamu hampir mendekati manusia sempurna.Ganteng, pinter, cool, aktif, alim,”
“Sudah, sudah.Jangan ngomong yang nggak jelas! Kamu ini kayak anak kecil aja,” potong Fadli sambil mengelak.
“Udahlah Fad, kamu ngomong kayak gitu supaya aku nggak sakit hati kan?”
“Hei, denger Yas, jadi seseorang yang kayak kamu bilang barusan tuh nggak gampang! Oke, aku akui apa yang kamu bilang soal aku, hampir semuanya tepat.Tapi, aku sendiri nggak nikmatin semua itu.Maksudku, ada saat di mana aku digila-gilai cewek, makanya aku sering berantem ma cewekku.Tapi bukan itu yang a aku mau dalam hidup, malah, kadang aku iri ma kamu.Santai, nggak ada cewek yang perlu diurus, tenang, dan aku bisa maen game sepuasnya.Hah, udah ah, nggak usah dipikirin.Aku mau pergi dulu, biasa, he…urusan pribadi.Mau ikut nggak?” Fadli mengedipkan mata.
“Nggak, aku mau santai di rumah,” aku menjawab sambil tersenyum lebar.
“Ya udah, aku pergi dulu,” Fadli segera meninggalkanku.Punggungnya aja kayak olahragawan.Tapi selepas kepergian Fadli, aku ngakak sendiri.Gimana bisa? Hidup sebagai jomblo itu enak.Dia itu ternyata bodoh juga.Dia bilang, dia capek ngurusin cewek, tapi tiap minggu, dia nggak pernah absen buat kencan ma ceweknya.Hah, Fadli…Fadli.Apa jangan-jangan dia lagi bosan ma ceweknya ya? Minggu yang bener-bener membuatku aneh sendiri.
***
Aku melangkahkan kaki menuju kamar mandi, sedang Fadli terlihat sedang menyantap sarapannya di dapur.Fadli selalu membangunkanku setiap pagi.Ia nggak mau berangkat ke sekolah kalau nggak bareng aku.Pernah gara-gara menungguku, dia nggak boleh ikut jam pelajaran pertama karena terlambat dua puluh menit.Aku emang orang yang bisanya bikin repot.
Setelah semuanya siap, aku dan Fadli segera berangkat. Hanya saja, aku agak malas.Entah ada angin apa, dipikiranku hanya ada ‘siapa cewek Fadli sebenarnya?’ Dia nggak pernah ngasih tau aku siapa ceweknya.Padahal, yang kutau, Fadli udah pacaran sejak dia kelas 3 SMP.Dan tiap minggu, dia selalu kencan sama ceweknya itu.Tapi Fadli, dia nggak pernah ngenalin identitas pujaan hatinya itu sama aku.Apalagi ke ortu.
“Fad, sebenernya, cewek mu itu siapa?” tanyaku akhirnya.
“Em… siapa yah? Kalau aku cerita, kamu pasti kaget.Ntar aja deh, aku kasih tau,” jawab Fadli sambil menyetir.
“Kenapa kamu nggak pernah mau cerita soal cewek kamu itu sih Fad? Aku juga mau tau.Tapi, kayaknya, dia cantik banget deh,”
“Dia, biasa aja tuh.Nggak ada yang istimewa.Tapi, aku sayang banget sama dia. Soalnya, dia itu dewasa, lucu, nggak ngebosenin, dan kadang, dia itu… sudahlah, yang pasti, nanti aku bakal ngenalin dia ke kamu deh,” Fadli ngomong sambil senyam-senyum.Wajahnya merah dan senyumnya mengembang.Apa yang dia maksud dengan ‘dan kadang, dia itu…?’
Akhirnya, kami tiba di sekolah.Setelah kami markir mobil, ternyata ada bidadari cantik yang berdiri di hadapan kami.Dia itu teman sekelas Fadli.Namanya Maisa, lengkapnya Maisaroh Zirnikh, primadona sekolah dengan wajahnya yang jelas blasteran Arab-Sunda.Sebenernya, aku suka sama dia.Tapi aku nggak berani ngedeketin dia.Soalnya, sainganku banyak dan kami nggak sekelas.Jadi aku agak susah ngedekatin dia, meskipun sebenernya, aku bisa minta comblangin sama Fadli.Tapi kayaknya nggak mungkin deh.Dia pasti nggak mau sama brondong yang nggak jelas kayak aku.
Nggak pernah kuduga sebelumnya, ternyata dia menghampiri kami.Aduh, kayaknya mukaku berubah jadi merah deh.
“Hai Fad,” sapanya lembut.Tapi aku kecewa karena dia hanya menyapa Fadli.
“Hai juga Sa,” Fadli balas menyapa.Terlihat jelas bahwa tatapan mereka bersahabat.Tapi aku nggak boleh cemburu.Maklum aja Fadli dikelilingi cewek cantik.Dia itu kan, baik sama semua orang.Lagi pula, Fadli udah punya pacar kan?
“Siapa dia Fad?” tanya Maisa sambil menatapku.Aku hampir pingsan dibuatnya. Abis, tatapannya itu lho, mampu mengutuk hatiku jadi bunga.
“Oh, ini adikku.Namanya Ilyas,”
“Oh, adikmu ya? Kita masuk bareng yuk,” Maisa meraih tangan Fadli.
“Tapi, Ilyas?”
“Udah ah, Ilyas, kamu bisa masuk sendiri kan?” Maisa memohon padaku.Meskipun kedengerannya bukan memohon, tapi maksa.Tanpa menunggu jawabanku, Maisa dan Fadli langsung pergi meninggalkanku.Untung sekali Fadli, digandeng sama Maisa.Sedang aku, aku hanya melongo.Kecewa, tapi aku nggak boleh marah sama Fadli yang dideketin Maisa.Lagipula, tadi aku ngeliat Fadli melepas tangan Maisa yang menggandengnya.Bagiku itu adalah kesalahan fatal.Kalau aku yang digandeng Maisa, pastilah aku nggak akan melepasnya, he he he.
“Woi, melongo aja kamu,” Agus mengagetkanku dari belakang.
“Hai Gus,” sapaku lemas.
“Weh, ada apa kawan?”
“Nggak ada apa-apa kok, masuk yuk,” ajakku pada Agus.
“Ya ayo…”
Aku masih mengingat senyum Maisa untukku tadi.Apa mungkin, aku bisa ngedapetin Maisa? Soalnya, sebelumnya, aku nggak pernah dapet senyum yang kayak tadi dari gadis lain. Kayaknya nggak mungkin deh.Secara, dia itu primadona sekolah, dan aku, cuman adik dari seorang yang paling ganteng di sekolah ini.
“Woi, ngelamun aja,” sapa Agus lagi secara tiba-tiba.Terukir jelas wajah berseri-serinya Agus.
“ Ada apa Gus? Kok mukamu lebih beraura.Nggak kayak biasanya,”
“Emang aura mukaku biasanya kayak apa?”
“Mukamu tuh nggak pernah beraura Gus,” jawabku sambil mengejek.
“Dasar tembok! Aku ada kabar bagus buat kamu tau!” Agus memasang wajah serius.
“Hah, kabar bagus? Apaan emang?” tanyaku sambil mendekatkan diri pada Agus.
“Kamu dapat salam dari Maisa,” kata Agus.
“Hah? Yang bener kamu Gus? Wah, jangan ngomong sembarangan dong.Kamu tuh paling jago bikin orang GR,” kataku santai.
“Ini beneran.Tadi waktu di perpus, aku ketemu ma dia.Trus, dia bilang apa aku ini temenmu atau bukan.Ya aku bilang aja aku ini sohibnya Ilyas, terus dia bilang ’titip salam buat Ilyas ya…’, gitu Yas, masa aku boong ma sahabat sendiri,” terang Agus dengan nada serius.
“Masa sih?”
“Sumpah!” Agus mengacungkan dua jarinya tanda ia nggak bercanda.
“Wah, asyik dong!!!”
Aku merasa senang bukan kepalang.Tapi aku berusaha menahannya agar nggak sampai GR.Cuman titip salam doang kan? Lagian, belum tentu apa yang dibilang Agus 100% bener.
***
Besoknya, ternyata Maisa memberikan senyum termanis buatku saat kami berpapasan di depan kantor.Begitu juga saat kami ketemu di kantin.Hatiku mulai nggak karuan.Senyum Maisa yang manis selalu membayangiku.Aduuuh, apa jangan-jangan aku GR ya?
“Menurut feeling aku, Maisa suka sama kamu deh Yas!” bisik Agus yang juga memergoki Maisa tersenyum padaku.
“Jujur aja deh Yas, kamu tuh suka juga sama Maisa kan? Nah sekarang dia udah senyam-senyum sama kamu.Pasti karena dia juga suka sama kamu.Udah, tembak aja.Ntar diambil orang loh,” rayu Agus yang semakin membuatku melambung tinggi.
Didorong oleh rasa GR yang tinggi dan support yang kuat dari Agus, aku mulai berangan-angan untuk nembak Maisa esok hari.Maka akupun mulai mempersiapkan diri. Potong rambut gaya Kim Bum, spa, luluran, hingga meditasi dengan ditemani Agus di sebuah salon terkenal di kota Kembang ini.
***
Aku udah mikirin rencana saat ketemu Maisa nanti.Aku akan negur dia, ngajak ngobrol sebentar, dan kalau semuanya berjalan lancar, aku akan ngajak dia kencan dan disaat itulah, aku nembak dia.
Pucuk dicinta, ulan pun tiba.Akhirnya, Maisa yang sedari tadi malam kumimpikan menampakkan batang hidungnya juga. Segera aku memberi aba-aba pada Agus untuk segera pergi ke balik pohon untuk merekam bagaimana aksiku menegur Maisa, untuk dokumentasi lah…
“Hai Maisa,” sapaku dengan gaya yang sok.Sedang Agus mengintip dibalik pohon sambil memegang kamera.
“Hai juga,” sapa Maisa padaku.
“Oh ya Sa, kamu…”
“ Kamu adiknya Fadli kan?” potong Maisa secara tiba-tiba.
“I..iya, kenapa?”
“Suer, aku nggak nyangka kalian adik-kakak,”
Pertanyaan Maisa tadi hampir membuatku frustasi.Wajar aja dia nggak nyangka aku dan Fadli adik-kakak, tampang kami kan beda jauh.
“Egh, terus kenapa?” tanyaku seraya menggaruk rambutku yang sengaja udah kupotong dengan mengorbankan 75 ribu rupiah.
“Kakakmu belum cerita ya?”
“Cerita apa?”
“Ya ampun, Fadli jahat banget sih, kami udah jadian sejak tiga tahun lalu, makanya aku berharap supaya kita bisa jadi adik-kakak juga.Kebetulan kita juga satu sekolah.Nggak nyangka, selain bisa deket sama Fadli, ternyata aku juga bisa deket sama adik ipar juga, ha…ha…,”
Aku menyambut tawa Maisa dengan senyum getir.Jadi, senyum yang kemaren diberikan Maisa, karena dia udah nganggap aku sebagai calon adik iparnya ya? Waaaa, artinya usahaku sia-sia, bahkan Maisa dan Fadli udah pacaran jauh sebelum aku kenal Maisa.Hufh… lagi-lagi aku kalah dari Fadli.Secara langsung, aku emang nggak bersaing.Tapi tetep aja, lagi-lagi Fadli mendapatkan apa yang aku mau.Ya sudahlah, memang nasibku.
Sebuah Prinsip
Sarah masih melamun di bangku panjang depan lab Biologi.Lututnya ditekuk dan kepalanya disandarkan di punggung bangku.Sesekali ia menggerakkan kepalanya yang penuh dengan khayalan.Sosoknya pun terlihat oleh Yolan.Cowok keren yang sang primadona itu pun segera menghampiri Sarah.
“Ehm, survey menyatakan bahwa sebagian besar orang Indonesia sering melamun.Oleh karena itu, jangan heran kalau angka kesurupan di kalangan putri Indonesia semakin meningkat,” kata Yolan berdiri di depan Sarah.
“Oh, Yolan?” Sarah menatap pada Yolan sambil menurunkan lututnya.
“Ngelamunin apa lo? Ngelamunin gue ya?” goda Yolan masih dengan pose berdiri.Sarah hanya menggeleng keras, tapi senyumnya mulai mengembang.
“Oh iya, gue lagi nyariin Yara.Lo liat dia nggak?” tanya Yolan.Seketika saja roman Sarah berubah.Senyumnya yang tadi mengembang telah digusur habis oleh wajah masamnya.Tanda Sarah mulai tak suka.
“Hugh, gue pikir tujuan lo dateng kemari mau nemenin gue, ternyata nyariin cewek lo?” terka Sarah sambil menatap lapangan basket.
“Yaa, tadi dia bilang mau ikut gue pulang sekolah ntar.Tapi ternyata, pulang sekolah gue ada latihan band.Mungkin aja dia mau nemenin gue, atau nebeng temennya.Gue harap sih, dia mau nemenin gue,” terang Yolan tanpa melihat ke arah Sarah.
“Lo telpon atau sms aja, gampang kan?” saran Sarah setengah hati.
“Udah gue coba, tapi Hp-nya dimatiin.Lagian juga gue mau ngomong sesuatu sama dia secara langsung.Ya udah ya, gue mau cari Yara di kantin,” Yolan segera melangkah menuju kantin belakang.Sarah hanya menatap punggung cowok yang dipujanya itu.
“Dia mau ngomong sesuatu secara langsung sama Yara? Apa jangan-jangan Yolan mau mutusin Yara? Ah apaan sih gue, mana mungkin Yolan mau mutusin cewek yang udah jadi pacarnya sejak kelas sembilan smp itu? Lagian juga mereka kan pasangan paling serasi di sekolah ini.Keduanya adalah primadona sekolah.Gue jangan mikir yang macem-macem ah.Tapi…gue kan suka sama Yolan, apa gue nggak berhak untuk dapet kesempatan?” bisik Sarah getir.Ia hanya bisa menatap langit yang membiru. Teringat pelajaran Kimia yang bilang, sampai saat ini belum ditemukan bentuk langit.Jadi, warna langit yang membiru di siang hari hanyalah efek Tindall.Begitu juga dengan warna langit yang lainnya.
***
Bel tanda pulang sekolah berbunyi.Tampak Sarah berjalan sendirian tanpa ada Ira di sampingnya.Matanya tertuju pada Yolan yang membonceng Yara.Terlihat serasi dan membuat Sarah hanya bisa menghela napas.
“Kapan gue bisa jadi Yara?” batin Sarah.Maklum saja Sarah begitu cemburu melihat Yara yang kian lengket.Sarah sudah mulai suka pada Yolan sejak masuk SMA.Tapi, setelah tiga bulan mengagumi Yolan, Sarah dibuat kecewa dengan berita bahwa Yolan telah menggandeng Yara sejak kelas sembilan smp.Meski Sarah sudah berusaha melupakan sosok Yolan, ia tetap belum bisa menemukan cowok yang bisa mengisi hatinya.
***
“Lo yakin bisa berhasil?” tanya Bima pada Ira.Ira mengangguk yakin.Diminumnya jus apel yang sedari tadi nagkring di depannya.
“Gue yakin bisa berhasil.Kemaren, Sarah bilang ke gue kalau dia lagi nyari cowok yang bisa ngisi hatinya.Entah karena dia udah sadar kalau Yolan emang bukan untuknya atau apa, yang jelas dia mulai ngerasa kalau mengharapkan sesuatu yang nggak akan bisa dia dapet sangat menyakitkan.Gue yakin Bim, Sarah pasti bisa nerima lo sebagai pacarnya,” Ira menaruh kembali gelas minumannya.
“Tapi, intinya, tetep aja kan? Sarah nggak suka sama gue. Selama ini, gue udah berusaha buat ngedeketin dia.Tapi, gue nggak pernah liat dia ngerespon perasaan gue.Gue rasa, dia lebih nyaman kalau gue jadi sahabatnya aja.Gue nggak yakin Ra,” Bima mengalihkan pandangannya ke luar restoran.
“Hugh…ya iyalah lo nggak yakin.Kan lo belum nyoba! Ya, gue setuju sih sama lo.Sarah sama sekali nggak punya perasaan sama lo.Tapi, kalau lo nembak dia, gue yakin dia nerima lo.Dan saat kalian pacaran, Sarah pasti berusaha untuk menghargai perasaan lo dan pada akhirnya, dia juga pasti suka sama lo.Yang penting, lo harus nyoba.Nggak susah kan?”
“Iya Ra, ntar deh gue pikirin.Mudah-mudahan, apa yang loe bilang, semuanya bener,” Bima menatap Ira dengan penuh harap.
“Sip deh, gue dukung lo 100% ,” Ira mengacungkan dua jempolnya.
***
Angin semilir membelai lembut wajah Yara.Latihan band Yolan belum selesai sampai jam lima sore.Tampak kebosanan di wajah Yara.”Kalau gue tau bakal selama ini, tadi mending gue nebeng Tina.Huh…kapan sih bisa pulang?” batin Yara kesal.Ia sudah bolak-balik dari atas gedung yang ada di lantai lima menuju studio tempat Yolan latihan di lantai satu.
“Lo masih di sana ya Ra?” tanya suara di belakang.Yara sudah tau betul siapa si empunya suara itu.
“Kok lama banget sih?” Yara membalikkan badannya.
“Yaa, sorry deh.Mau gimana lagi? Minggu depan udah mau tampil.Kalau latihannya sedikit, gimana bisa maksimal?” Yolan menghampiri Yara yang masih berdiri sambil melipat tangan.
“Hugh…ya udah lah kalau gitu.Sekarang, udah bisa pulang kan?” tanya Yara sambil menatap Yolan yang bergerak menghampirinya.Yolan menggeleng keras sambil tersenyum manis.Yara yang mulai sadar segera menurunkan tangannya.
“Lan, lo mau ngapain?” tanya Yara setelah Yolan berhasil memegang bahunya.
“Gue mau ngomong sesuatu sama lo Yar,” Yolan menatap dalam pada Yara.
“Ngo, ngomong sesuatu? Apa?”
“Hm…apa gue pantes ya ngomong hal ini?” Yolan mengalihkan pandangannya ke langit sore yang mulai berwarna merah keemasan.
“Apaan sih Lan? Gue beneran mau pulang,” Yara melepaskan tangan Yolan.Yolan hanya memanyunkan bibirnya.
“Hugh, lo gimana sih Yar? Gue udah sengaja nyiptain suasana romantis tau! Lo gimana sih? Gue mau ngomong sesuatu yang penting sama lo,” terang Yolan sedikit kesal.
“Ya, maaf deh kalau gitu.Ya udah, sekarang lo mau ngomong apa?” tanya Yara yang mulai meninggikan volume suaranya.
“Hugh, tuh kan, gue mulai nggak mood lagi deh.Ya udah Yar, gue cuman mau ngomong, sebenernya gue mau ngajak lo tunangan.Kita kan udah pacaran tiga tahun.Jadi, gue pikir, kenapa gue sama lo nggak tunangan aja?” jawab Yolan tanpa berani menatap Yara.Kali ini jantungnya berdebar sangat kencang.Jauh lebih kencang dari pada saat nembak Yara.
“A…apa lo bilang?” Yara membuka matanya lebar-lebar.
“Lo mau kan jadi tunangan gue?” Yolan menundukkan kepalanya.Seketika saja sebuah pelukan mendarat di dadanya.Yolan hampir tak bisa bernapas lagi.Senyumnya pun mulai mengembang.
“Ya ampun Lan, detak jantung lo kenceng banget ya? Gue bisa rasa,” kata Yara dari telingan kanan Yolan.Yolan hanya tersenyum malu lalu melingkarkan tangannya di pinggang Yara.
***
“Undangan pertunangan?” bisik Sarah lirih.Ira hanya bisa menghela napasnya panjang-panjang.
“Yang sabar ya Sar,” hibur Ira akhirnya.
“Emh, gue baik kok Ra.Lagian, dari awal juga gue udah tau kalau gue salah.Mana mungkin gue bisa ngedapetin Yolan.Tapi, gue heran, kenapa gue nggak bisa ngelupain dia ya? Apa karena gue mulai suka sama dia sejak dua tahun yang lalu? Karena kelamaan, akhirnya gue nggak bisa lupain dia deh,” tebak Sarah sambil menggenggam undangan pertunangan Yolan dan Yara.
“Gue nggak tau Sar,” Ira menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Sarah hanya menatap sendu pada Ira.
“O iya Sar, ngomong-ngomong, gimana kabar lo sama Bima? Kata temen-temen sih, lo tambah deket sama dia.Bener ya? Kenapa kalian nggak jadian aja?” tanya Ira dengan maksud memancing Sarah.
Bukannya menjawab, Sarah malah menunduk sambil memandang kembali undangan yang telah digumpalkannya tadi. Sarah mengerti bagaimana perasaan Bima.Tapi tetap saja, Sarah tidak bisa membuka diri.
“Lo harus pikirin perasaan orang yang sayang sama lo. Jangan cuman mikirin orang yang lo sayang.Gue harap lo bisa bertindak sedikit dewasa,” Ira mengambil undangan pertunangan yang ada di tangan Sarah.Sarah hanya menunduk, lalu memeluk Ira.Air matanya mulai meresap di baju Ira.Ira mengerti perasaan Sarah, ia hanya bisa membelai rambut sahabatnya itu.
***
Suasana romantis menghiasi rumah Yolan.Tampak teman-teman sekolah dengan pakaian mereka masing-masing.Para gadis dengan gaun anggun mereka, dan para cowok dengan jasnya.Sarah dan Ira juga begitu.Sarah tampak lain malam ini.Meski dari wajahnya terlihat sendu, tapi ia begitu cantik malam ini.Siapa pun yang melihatnya, pasti tidak akan menyangka.Ira boleh mengencangkan kerah baju dalam urusan mendandani Sarah.
“Malem ini adalah kesempatan terakhir gue,” batin Sarah sambil melangkah masuk ke dalam rumah Yolan.
“Wah… pestanya sederhana, tapi terasa resmi ya?” Ira masih mengagumi suasana pesta.Sarah hanya mengangguk sambil menatap kagum pada dekorasi ruangan yang sangat menawan.
“Ngomong-ngomong, mana Yolan sama Yara ya?” tanya Ira lagi.
“Ra, gue mau pergi bentar ya,” kata Sarah sambil membalikkan badan.
“Lo mau kemana Sar? Sar…Sarah!” Ira mencoba menahan, tapi Sarah sudah lenyap dari pandangannya.
“Mau ngapain sih tuh anak? Bima kan belum dateng.,” batin Ira dalam hati.
Sarah menghentikan langkahnya di depan bangku panjang di pinggir jalan, tak jauh dari rumah Yolan.Lalu ia duduk sambil menatap bulan purnama yang sangat terang malam ini.Ia juga melihat bintang-bintang yang bertaburan.
“Apa, selama ini orang hanya memperhatikan bulan? Tak adakah mereka memikirkan bintang yang bisa memancarkan cahayanya sendiri?” tanya Sarah dalam hati.Tak ada seorang pun yang bisa menjawab pertanyaannya, termasuk soal perasaannya.
“Malem ini, bulan purnama ya? Kasian bintang.Nggak bisa memancarkan cahayanya lebih terang.Pantas bintang nggak suka bulan purnama,” kata Yolan dari belakang.
“Yo…Yolan? Ngapain lo kemari?” Sarah berdiri menghadap Yolan.
“Gua lagi nyariin Yara.Tadi dia masih di kamar, tapi sekarang udah ilang lagi.Apa dia grogi ya?” tanya Yolan sambil menoleh ke kiri dan ke kanan.Sarah kembali menundukkan kepalanya.
“Kenapa? Di saat lo dateng ke tempat gue, lo pasti lagi nyari Yara.Apa…gue emang nggak pantes untuk dihargai sedikitpun?” Sarah mendongakkan kepalanya kea rah Yolan.Air matanya yang sedari tadi ditahan mulai mengalir.
“Atau, selama ini lo nggak sadar perasaan gue selama ini? Kenapa Lan? Kenapa lo nggak pernah sedikitpun menghargai perasaan gue? Apa karena gue kalah dari Yara? Atau lo cuman pura-pura nggak tau tentang perasaan gue?” Sarah mulai mendekati Yolan.Yolan hanya bisa memusatkan pandangannya pada Sarah.Ada rasa bersalah terselip di hatinya.Bukannya ia tak tau perasaan Sarah, tapi ia tetap tidak bisa memilihnya.
“Gue, selama ini udah berusahan ngelupain lo.Tapi, gue nggak bisa.Gue bingung, apa yang harus gue lakukan? Gue hanya bisa berharap lo memilih gue, bukan Yara.Tapi gue juga sadar, gue bukan tandingan Yara,”
“Ini bukan masalah lo tandingan Yara atau yang lainnya.Ini, masalah perasaan Sar,” Yolan akhirnya buka suara.Mendengar itu, Sarah menghentikan langkahnya.
“Gue… gue terlalu cinta sama lo Lan? Apa lo nggak bisa sedikit berbagi?” Sarah melanjutkan kembali langkahnya.
“Lo salah Sar, justru selama ini lo nggak pernah buka hati lo untuk orang lain.Dan soal berbagi, maafin gue Sar, gue nggak bisa.Bukan karena gue cinta sama Yara dan nggak sama lo, tapi karena gue yakin, cuman Yara yang bisa bikin gue bahagia, maafin gue Sar,” Yolan membalikkan badannya, lalu pergi meninggalkan Sarah yang masih menangis.”Maafin gue Sar, ini soal perasaan,” batin Yolan dalam hati.
Sarah masih menatap punggung Yolan.Ia sadar bahwa sampai kapanpun, Yolan tidak akan memberinya kesempatan.Tapi paling tidak, ia sudah tau bahwa ini adalah saatnya untuk berpikir ulang tentang perasaan.
“Kamu ya yang namanya Sarah?” tanya sumber suara dari belakang.Ketika Sarah membalikkan badan, ia tak bisa berkata apa-apa lagi.
“Maaf ya, tadi aku nguping secara nggak sengaja.Yolan nggak bermaksud nolak kamu.Dia cumin ngasih saran supaya kamu mulai membuka diri sama orang yang sayang sama kamu. Ya, Yolan tau kalau banyak orang yang saying sama kamu, dan jauh lebih baik dari pada dia.Makanya, kamu jangan salah paham ya? Yolan itu, nggak cocok buat kamu.Bukannya aku ngomporin, tapi percaya deh, dia nggak sebaik kelihatannya.Ya sudah, masuk gih, ntar kamu kedinginan lagi,” ajak Yara sambil menggandeng Sarah.
“Maaf ya Ka, aku ngerepotin Kaka,” Sarah mengusap air matanya.
“Ah, nggak usah gitu.Pokoknya, sekarang kita masuk aja ya, Yolan pasti nyariin aku.” Kata Yara lagi.
***
“Jadi, lo udah bisa terima pertunangan Yolan dan Yara?” tanya Ira sambil menyipitkan matanya.
“Ya nggak lah, gue nggak bisa terima.Tapi, kalau gue nggak terima, gue egois banget dong,” Sarah menatap ceria pada Ira.
“Bima mau ngomong sesuatu sama lo Sar,”
“Bima?”
“Emh, dia nungguin lo di taman samping Aula.Lo datengin dia gih, kasian kan dia nungguin lo,” Ira mendorong badan Sarah. Sarah hanya mengernyitkan dahi, tapi tatapan Ira memaksanya melangkah menuju taman samping Aula.
Terlihat Bima sedang mengepalkan tangannya.Wajahnya terlihat sedikit pucat.Napasnya mulai tak karuan.
“Ehm, lagi nungguin gue ya?” Sarah mengambil duduk di samping Bima.
“Eh, Sarah?” Bima terlihat semakin grogi.
“Kata Ira, lo mau ngomong sesuatu sama gue.Apa?”
“Sar, gue mau nanya sama lo.Apa…selama ini lo udah tau perasaan gue?” Bima menatap lekat wajah Sarah.Sarah hanya mengangguk lemah.
“Lalu? Gimana perasaan lo ke gue?” tanya Bima penuh harap.
“Hmm, maafin gue ya Bim.Ini masalah perasaan.Gue… gue nggak bisa nerima perasaan lo.Gue ngerasa lo lebih cocok jadi sahabat gue.Lo bisa ngerti kan Bim? Gue emang belum bisa ngebuka hati gue buat siapa pun.Tapi, gue akan berusaha.Dan kalau memang hati gue bisa terbuka untuk lo, gue jaji gue akan dateng ke tempat lo.Lagi pula, ini adalah prinsip gue.Gue tetep akan milih perasaan gue, tapi gue bisa dengan nyaman ngejalaninya,”
“Gue bisa ngerti prinsip lo, thanx ya.Udah mau jujur,”
“Gue jadi nggak enak sama lo Bim, tapi…gue seneng, karena pada akhirnya, kita berdua udah bisa mengungkapkan perasaan kita ke orang yang kita cinta.Meskipun hasilnya nggak seperti yang kita mau, tapi rasanya plong banget,” Sarah kembali menatap langit, begitu juga Bima.Terlihat senyum mengembang di kedua pipi mereka.
well_come
Jumat, 05 November 2010
Kumpulan Cerpen
Diposting oleh Cia's blog di 02.24 0 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)